"aku abis SMA mau jadi anak sastra, sastra indonesia", kata gue.
"masuk sastra mau kerja apaan?", kakak gue menyahut.
gue diam.
Memang, sekarang bukan jaman kemerdekaan lagi, dimana banyak dihidupi oleh penyair atau pujangga (atau pujanggi, kalau cewek. atau pujangcong, kalau bencong). memang, sekarang penyair tidak sebanyak dulu. tapi, gue berminat.
Gue suka memaparkan kata yang dihias dan dipercantik oleh makna. gue suka menuliskan apa yang gue pikirkan, lalu memahami kembali apa yang gue tulis dalam keheningan.
menurut apa yang gue telaah, kebanyakan teman gue memilih jurusan seperti pencak silat, badut pesta, akuntansi, kedokteran, psikologi, atau hubungan internasional. gak ada yang memilih sastra. bahkan para alumni, gue belum menemukan seseorang yang mendiami jurusan itu (atau mungkin tidak ada). gue ingin masuk sastra, tapi gue gak ingin jadi guru bahasa indonesia atau sebagainya.
Saat itu, pelajaran BK, sedang membahas fakultas apa yang akan dipilih setelah SMA. dan gue bertanya kepada guru BK, namanya Bu Wartiyem. sangat jawa lampau sekali. "Bu, kalau masuk sastra indonesia, bisa jadi apa aja? tapi jangan jadi guru" "yaa, bisa juga jadi dosen" hening. kalau saja dia bukan guru.
Gue berpikir. sastra indonesia bisa juga bekerja sebagai penulis buku aksara, dan sebagainya. gue berpikir lagi. orang yang menulis seperti itu, banyak dari mereka yang menganggap hanya hobi, pekerjaan senggang. harus ada pegangan hidup yang lebih. dan sampai sini, gue masih bingung. beri gue kesempatan untuk bersemedi dulu. di wc.
"masuk sastra mau kerja apaan?", kakak gue menyahut.
gue diam.
Memang, sekarang bukan jaman kemerdekaan lagi, dimana banyak dihidupi oleh penyair atau pujangga (atau pujanggi, kalau cewek. atau pujangcong, kalau bencong). memang, sekarang penyair tidak sebanyak dulu. tapi, gue berminat.
Gue suka memaparkan kata yang dihias dan dipercantik oleh makna. gue suka menuliskan apa yang gue pikirkan, lalu memahami kembali apa yang gue tulis dalam keheningan.
menurut apa yang gue telaah, kebanyakan teman gue memilih jurusan seperti pencak silat, badut pesta, akuntansi, kedokteran, psikologi, atau hubungan internasional. gak ada yang memilih sastra. bahkan para alumni, gue belum menemukan seseorang yang mendiami jurusan itu (atau mungkin tidak ada). gue ingin masuk sastra, tapi gue gak ingin jadi guru bahasa indonesia atau sebagainya.
Saat itu, pelajaran BK, sedang membahas fakultas apa yang akan dipilih setelah SMA. dan gue bertanya kepada guru BK, namanya Bu Wartiyem. sangat jawa lampau sekali. "Bu, kalau masuk sastra indonesia, bisa jadi apa aja? tapi jangan jadi guru" "yaa, bisa juga jadi dosen" hening. kalau saja dia bukan guru.
Gue berpikir. sastra indonesia bisa juga bekerja sebagai penulis buku aksara, dan sebagainya. gue berpikir lagi. orang yang menulis seperti itu, banyak dari mereka yang menganggap hanya hobi, pekerjaan senggang. harus ada pegangan hidup yang lebih. dan sampai sini, gue masih bingung. beri gue kesempatan untuk bersemedi dulu. di wc.