Minggu, 26 Oktober 2014

Tentang Barisan yang Tak Lagi Saling Mengisi

Tentang Barisan yang Tak Lagi Saling Mengisi
Langit termangu
Bilah bulan terpaku
Pasir beku senyap membuntu
Lampu tiang besi bersendu
Mendengar kumengadu
Ceritaku
yang telah mereka pahami oleh waktu
Tanyaku
yang mereka sahut pun tak mampu
Sedang aku
lanjut menyapu dalam bisu


Jakarta, 2014
 


 Saya tahu, segala sesuatu tidak ada yang akan tetap utuh. Meski berjuta-juta tahun, sampah styrofoam pun akhirnya hancur juga di dalam tanah. Ini bukan tentang sampah ataupun tanah. Ini adalah keadaan yang saya analogikan sendiri.

Pernyataan bahwa pasti akan ada yang datang dan ada yang pergi, mengganggu pikiran saya. Seperti yang sedang terjadi pada rumah kedua lengkap dengan keluarga bagi saya. Banyak yang pergi, sekadar menghapus penat atau telah memilih mana yang harus diprioritaskan. Banyak yang meninggalkan, untuk tempo waktu yang sebentar maupun tak tahu akan kembali atau tidak. Saya tahu itu adalah pilihan. Yang saya tidak tahu, apakah berhak menyalahi pilihan tersebut atau tidak.

Bisa jadi ini mutlak dialami semua manusia, yang tentu saya pun mengalaminya, sudah atau belum. Yang membuat saya mengutuki persoalan ini adalah pemikiran mencari alasan untuk datang kembali kepada orang lain yang tak sadar sebenarnya ditujukan untuk diri sendiri.