Minggu, 27 Januari 2013

Tentang yang Akan Datang

"aku abis SMA mau jadi anak sastra, sastra indonesia", kata gue.
"masuk sastra mau kerja apaan?", kakak gue menyahut.
gue diam.

Memang, sekarang bukan jaman kemerdekaan lagi, dimana banyak dihidupi oleh penyair atau pujangga (atau pujanggi, kalau cewek. atau pujangcong, kalau bencong). memang, sekarang penyair tidak sebanyak dulu. tapi, gue berminat.

Gue suka memaparkan kata yang dihias dan dipercantik oleh makna. gue suka menuliskan apa yang gue pikirkan, lalu memahami kembali apa yang gue tulis dalam keheningan.
menurut apa yang gue telaah, kebanyakan teman gue memilih jurusan seperti pencak silat, badut pesta, akuntansi, kedokteran, psikologi, atau hubungan internasional. gak ada yang memilih sastra. bahkan para alumni, gue belum menemukan seseorang yang mendiami jurusan itu (atau mungkin tidak ada). gue ingin masuk sastra, tapi gue gak ingin jadi guru bahasa indonesia atau sebagainya.

Saat itu, pelajaran BK, sedang membahas fakultas apa yang akan dipilih setelah SMA. dan gue bertanya kepada guru BK, namanya Bu Wartiyem. sangat jawa lampau sekali. "Bu, kalau masuk sastra indonesia, bisa jadi apa aja? tapi jangan jadi guru" "yaa, bisa juga jadi dosen" hening. kalau saja dia bukan guru.

Gue berpikir. sastra indonesia bisa juga bekerja sebagai penulis buku aksara, dan sebagainya. gue berpikir lagi. orang yang menulis seperti itu, banyak dari mereka yang menganggap hanya hobi, pekerjaan senggang. harus ada pegangan hidup yang lebih. dan sampai sini, gue masih bingung. beri gue kesempatan untuk bersemedi dulu. di wc.


Kamis, 03 Januari 2013

Pilihan dan Teman

2012 sudah berlalu, seperti pergi diam-diam tanpa sepengetahuan kita. terlihat waktu seperti terus ingin berlari meninggalkan.

Mungkin, kalimat 'waktu cepat berlalu' terlalu mainstream. tapi itu memang benar. gue jadi ingin berpikir, apa yang sudah gue telan pada waktu-waktu sebelumnya.
Gue ambil saat baru akan masuk SMA. saat itu, gue hampir tidak masuk sekolah gue sekarang, SMA 75 Jakarta. Juli 2010, gue mendaftar sekolah dengan nyokap. nyokap berniat memasukkan gue ke sekolah lain pilihannya, dengan alasan "kan deket dari rumah", begitu katanya. saat ingin menulis pilihan SMA yang dituju, nyokap menyuruh gue untuk ambil fotokopian ijazah SMP dirumah, setelah gue kembali ke tempat, ternyata nyokap sudah menuliskan kertas pilihan SMA yang dituju, tanpa konfirmasi dengan gue. tertulis, nyokap memilih SMA pilihannya (yang berbeda dengan gue). gue kecewa. jelas, seharian gue mendiamkan nyokap.

Sampai ketika, semesta memberikan kesempatan. karena ada kesalahan, pemilihan sekolah diulang kembali. tanpa membuang kesempatan, gue langsung memilih sekolah tujuan gue, sekolah gue sekarang. dan, teman adalah alasan pertama gue berada di sekolah ini. teman menjadi salah satu tujuan pergi ke sekolah, setiap hari. Lagi, setelah kenaikan kelas sebelas, diberi pilihan, untuk menentukan jurusan. dan gue memilih Ips (lihat post disini). singkatnya, ternyata gue dimasukkan ke kelas Ipa. tanpa pikir lagi, gue mengajukan keinginan pindah jurusan kepada guru kesiswaan. dan akhirnya, gue pindah. bahagia rasanya, seperti dikelilingi oleh lautan Beng-beng, wafer cokelat yang enaknya sungguh najis itu. lagi, teman juga yang menjadikan alasan gue untuk memilih. ambil contoh saat sedang ujian. gue lebih ingin memberi jawaban soal-soal matematika pada kertas kecil dan menyebarkan kepada teman-teman yang membutuhkan, daripada diam-diam mengerjakan dan langsung keluar ruangan. masalah ketahuan pengawas menjadi urusan kedua. kebersamaan menjadi tujuan utama sekarang. "temanku, hidupku", begitu kiranya.
Begitu. pilihan dan teman, mempunyai peran untuk memahat bagaimana kita kelak. dan gue, membiarkan saat nanti masih terbalut oleh misteri.